Jumat, 30 Maret 2012

Pendidikan Anak Prasekolah

Sesuai dengan judul postingan di atas, topik yang akan dibahas kali ini adalah mengenai pendidikan anak prasekolah. Sebenarnya saya sendiri masih belum dapat menentukan secara pasti kapan tepatnya usia anak-anak selama masa prasekolah karena beberapa sumber menyebutkan hal yang berbeda, tapi yang pasti pada masa ini perkembangan anak sedang mencapai titik emasnya terutama perkembangan motorik. Untuk mendukung perkembangan ini, maka pendidikan yang diberikan kepada anak usia prasekolah sebaiknya dalam bentuk permainan.
Nah, untuk lebih jelasnya, 

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1990, tujuan dari pendidikan prasekolah adalah untuk meletakkan dasar perkembangan sikap, pengetahuan, ketrampilan dan daya cipta anak didik di dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.

Pendidikan prasekolah sebenarnya tidak wajib diberikan kepada anak-anak sebelum memasuki pendidikan sekolah dasar, hanya saja pemberian pendidikan prasekolah dapat membantu anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolahnnya terutama ketika awal masuk pendidikan sekolah dasar. Anak yang telah mengikuti pendidikan prasekolah biasanya akan lebih cepat dalam menangkap pelajaran terutama dalam hal membaca dan berhitung dan bersosialisasi, tetapi tidak menutup kemunkinan juga bahwa anak yang tidak mengikuti pendidikan prasekolah dapat bersosialisasi dan mengikuti pelajaran dengan baik ketika memasuki sekolah dasar. Hal ini sangat berpengaruh terhadap lingkungan yang memberikan bimbingan kepada anak.

Saat ini, sudah banyak orang tua yang menyadari pentingnya pendidikan bagi anak usia dini karena dalam tahap ini, perkembangan anak sedang berlangsung dengan cepat. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya pilihan lembaga pendidikan prasekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Bahkan beberapa orang tua sudah memasukkan anaknya yang masih duduk dalam usia prasekolah ke dalam berbagai lembaga pendidikan nonformal lainnya.

Masa prasekolah memang merupakan masa emas untuk membentuk akan menjadi apa seorang anak nantinya. Namun, satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa masa prasekolah merupakan masa bermain bagi anak. Proses belajar yang diberikan seharusnya tidak dalam bentuk dua dimensi yaitu dengan menggunakan kertas dan pensil melainkan dalam bentuk tiga dimensi. Anak-anak dapat belajar dengan mempraktekkan langsung seperti di kehidupan nyata. Misalnya untuk belajar membaca dapat dilakukan dengan permainan drama.

Anak-anak dalam masa usia prasekolah memang cenderung aktif tetapi mereka juga membutuhkan banyak istirahat dan jadwal yang tenang untuk perkembangan anak tersebut. Oleh karena itu tidak seharusnya memaksakan berbagai kegiatan kepada anak dalam usia ini. Menurut Piaget, anak-anak dalam tahapan praoperasional masih memiliki sifat egosentrisme yaitu mengasumsikan bahwa semua orang lain berpikir, mempersepsi, dan merasa hal yang sama dengan mereka. Dengan bermain, maka anak dapat lebih bersosialisasi dan mengeksplorasi reaksi teman terhadap dirinya. Selain itu bermain juga merupakan olah raga bagi anak yang dapat membantu perkembangan fisik mereka. Jadi, selama masa prasekolah sebaiknya pendidikan diberikan kepada anak dalambentuk permainan bukan dengan pendidikan konvensional satu arah.

sumber:

Akbar, Reni. 2008. Psikologi Perkembangan Anak: Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak. Jakarta: Grasindo
Feldman, Papalia Olds.2009. Human Development: Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika
http://www.scribd.com/doc/15999172/Mengenal-Pendidikan-Anak-Pra-Sekolah

Ayo lanjutkan >>

Kamis, 22 Maret 2012

ALL ABOUT CATTELLS YOU MUST KNOW :D


We are :
Cynthia Halim (11-044)
Clara Clearesta (11-114)
Simson Pasaribu (11-125)


          


               James McKeen Cattell

                (1860-1944)
     Psychologist, Publisher, and Editor
  

 

 

Influences

                                           Education
  • Lafayette, BA in 1880 & MA in 1883. 
  • Studied in Europe with Wundt in Leipzig and Lotze at Gottingen 1880. 
  • Johns Hopkins University, 1882-1883 
  • Leipzig as Wundt's assistant, Ph.D. in 1886 
                                                Career
  • Researcher and Lecturer in Experimental Psychology, St. John's College, Cambridge
  • Lecturer in Psychology, Bryn Mawr, 1887 
  • Professor of Psychology, University of Pennsylvania, 1888
  • Department Head of Psychology, Anthropology, and Philosophy, Columbia University, 1891-1905
  • President of the American Psychological Association, 1895
  • Presider, Ninth International Congress of Psychology, New Haven, Connecticut, 1929
                                 Major Contributions 
            Pada abad XIV, di cina, telah berlangsung usaha untuk mengukur kompetensi para pelamar jabatan pegawai negara. Untuk dapat diterima sebagai pegawai, para pelamar harus mengikuti ujian, ujian tertulis mengenai pengetahuan konvusion klasik dan mengenai kemampuan menulis puisi. Ujian ini berlangsung sehari semalam di tingkat distrik. Kurang dari 7% pelamar yang biasanya lulus tingkat distrik kemudian harus mengikuti ujian berikutnya yang berupa menulis prosa dan sajak. Dalam ujian ke 2 ini kurang dari 10% peserta yang lulus. Akhirnya barulah ujian tingkat akhir diadakan di peking dimana diantara para peserta terakhir ini hanya lulus 3% saja. Lulusan ini kemudian diangkat menjadi mandarin dan bekerja sebagai pegawai negara. Dengan demikian dari ke 3 tahap ujian tersebut hanya 5 diantara 100.000 pelamar yang akhirnya menjadi mandarin.
Mungkin suatu kebetulan, bahwa awal perkembangan pengukuran mental berpusat pada kempuan yang bersifat umum yang kita kenal sebagai tes intelegensi. Usaha pengukuran intelegensi berkembang dalam kurun waktu yang kurang lebih serempak di amerika serikat dan perancis.
Di amerika, usaha pertama tersebut dimulai oleh tokoh pencetus istilah “tes mental”, James Mckeen Cattell (1860-1944), yang menerbitkan bukunya mental tes and measuremens di tahun 1890. Buku ini berisi serangkaian tes intelegensi yang terdiri atas 10 jenis ukuran. Ke 10 macam ukuran tersebut adalah :
  1. Dinamo meter peasure, yaitu ukuran kekuatan tangan menekan pegas yang dianggap sebagai indikator aspek psikofisiologis.
  2. Rate of movement, yaitu kecepatan gerak tangan dalam satuan waktu tertentu yang dianggap memiliki komponen mental didalamnya.
  3. Sensation areas, yaitu pengukuran jarak terkecil diantara 2 tempat yang terpisah dikulit yang masih dapat dirasakan sebagai 2 titik berbeda.
  4. Peasue caosing pain, yaitu pengukuran yamg dianggap berguna dalam diaknosis terhadap penyakit saraf dan dalam mempelajari status kesadaran abnormal.
  5. Least noticabele difference in weight, yaitu pengukuran perbedaan berat yang terkecil yang masih dapat dirasakan seseorang.
  6. Reaction time for sound, yang mengukur waktu antara pemberian stimulus dengan timbulnya reaksi tercepat.
  7. Time for naming colors, yang dimaksudkan sebagai ukuran terhadap proses yang lebih mental daripada waktu-reaksi yang dianggap reflektif.
  8. Bisection of a 50-cm line, yang dianggap sebagai suatu ukuran terhadap akurasi space judgment.
  9. Judgment of 10second time, yang dimaksudkan sebagai ukuran akurasi dalam time judgment (subyek diminta menghitung 10 detik tampa bantuan apapun).
  10. Number of latters repeated upon once hearing, yang dimaksudkan sebagai ukuran terhadap perhatian dan ingatan (subyek diminta mengulang huruf yang sudah disebutkan 1x).
James McKeen Cattell, psikolog Amerika yang mempertemukan psikologi eksperimental yang baru didirikan dengan dengan gerakan tes yang lebih baru. Untuk meraih gelar doktornya di Leipzing, ia menyelesaikan Disertasinya tentang waktu reaksi, dibawah pengarahan Wundt. Dalam artikelnya yang ditulis pada 1890 Cattell menulis istilah “ tes mental” kemudian digunakan untuk pertama kalinya dalam literatur psikologi. Dalam artikelnya Cattell memaparkan tes-tes yang diselenggarakannya secara individu, meliputi ukuran-ukuran kekuatan otot, kecepatan gerak, dan sebagainya.
Tes dalam rangkaian Cattel dimaksudkan untuk mengukur inteligensi yang sarat dengan ukuran aspek sensorimotori (indera-gerak) dan fisiologis. Studi untuk menguji validitas rangkaian tes Cattel dengan menggunakan nilai sekolah sebagai kriterianya ternyata tidak menunjukkan validitas yang memuaskan. Baru setelah diadakan modifikasi-modifikasi terhadap isinya, tes tersebut dapat dijadikan bagian dari penelitian dan pengukuran inteligensi biologis.
                                                    
                                       Publications
                                         References :
  • Biographical Dictionary of North American and European Educationists (1997) Woburn Press, London
  • Cattell, J. M. (1896). Address of the president before the American Psychological Association, 1895. The Psychological Review, 3(2), 1-15.
  • Cattell, J. M., & Farrand, L. (1896). Physical and mental measurements of the students of Columbia University. The Psychological Review, 3(6), 618-648.
  • Grolier Multimedia Encyclopedia (1995) Grolier Electronic Publishing, Inc.

Ayo lanjutkan >>

Minggu, 18 Maret 2012

Sekilas intermezzo

.....
maaf untuk sementara blog ini tidak tersentuh karena admin sedang sibuk mengurus paper, makalah, presentasi,  dan tugas-tugas lainnya.
terima kasih

Ayo lanjutkan >>

Sabtu, 10 Maret 2012

Bagaimana Memahami Orang?

Postingan kali ini terinspirasi dari kelas Psikologi Kepribadian I. Eh, bukan terinspirasi juga sih, bisa dibilang memang sebagian besar adalah materi pas kelas kepribadian, soalnya judulnya saja sama dengan judul slide di kelas hehe
Oke, dimulai dengan kata memahami orang..
Ehm.. sebenarnya mengenal orang itu gampang gampang susah, lebih banyak gampangnya kan daripada susahnya (ah sius koh?)

hehe perhatikan.. itu mengenal, kalo memahami ya susah susah gampang, lebih banyak susahnya dari pada gampangnya. Terkadang, kita langsung membuat sebuah persepsi mengenai seseorang ketika pertama kali kita temui. Biasanya persepsi ini tergantung dari penampilan orang tersebut ketika bertemu dengan kita. Coba deh duduk di suatu tempat umum (tapi jangan sambil menyodorkan tangan ke atas ya) terus perhatikan orang yang lewat lalu lalang, pasti kita langsung menebak-nebak sifat orang tersebut kan?
Misal nih, ada cowok yang bajunya, celananya, rambutnya, sama barang bawaannya berantakan. Kita pasti langsung menyimpulkan kalau orang tersebut pemalas, ugal-ugalan, nggak bisa merawat diri, pokoknya gitu deh padahal kan bisa saja orang itu sedang buru-buru pergi ke suatu tempat dan akhirnya tidak peduli lagi sama penampilannya.

Nah itu dia, sadar atau tidak sadar setiap orang biasanya menilai orang yang baru dilihatnya berdasarkan penampilan orang tersebut padahal bisa saja penampilannya bertolak belakang dengan sifatnya. Itulah kenapa petuah DON'T JUDGE THE BOOK BY THE COVER sangat penting disini.

Jadi, bagi yang merasa sering menilai orang dari penampilan luarnya saja.. jangan sedih dulu, tenang..
Di Psikologi kepribadian, dipelajari tuh bagaimana orang. Ini dia..

1. Stereotipe
(karakteristik berdasarkan SARA)
2. Hallo Effect
(kesan baik / buruk orang yang baru ditemui)
3. Implicit Personality Theory
(tanpa sadar menyimpulkan sedikit fakta)

Dalam stereotipe, individu cenderung mengelompokkan orang lain berdasarkan SARA. Seperti, orang yang berasal dari satu daeran atau beragama sama cenderung lebih cepat dekat ketika pertama bertemu dibandingkan dengan orang dari daerah lain.

Kemudian, stereotipe ditambah dengan Hallo Effect. Hallo Effect ini adalah kesan pertama ketika bertemu orang. Individu cenderung lebih dekat dengan orang yang terlihat ramah pada awal bertemu dibandingkan dengan orang yang pendiam atau memandang orang lain dengan tatapan tajam.

Nah kedua hal ini yang nantinya akan menghasilkan Implicit Personality Theory, yaitu penilaian tanpa sadar berdasarkan sedikit fakta. Kesannya sama seperti kita memberi label pada seseorang ketika pertama bertemu.

Jadi, wajar kan kalau banyak orang yang langsung menilai seseorang ketika pertama ketemu. Berarti boleh diteruskan sifat seperti itu? Yah jangan dong -.- Kalau sudah tahu nggak bagus ya diubah. Ayo mulailah untuk memahami sifat seseorang sebelum memberi kesimpulan tentang orang tersebut.

Sekian postingan dari kelas Kepribadian I, sebenarnya sih masih banyak cuma itu dulu lah. Kalau bisa diterapkan saja udah bagus banget. Sesi pertanyaan masih dibuka dibawah, monggoo..

Ayo lanjutkan >>

Fenomena Penggunaan Internet dalam Pendidikan



Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai bidang kehidupan juga ikut berkembang, salah satunya dalam bidang pendidikan. Kemajuan dalam bidang ini ditandai dengan merambahnya teknologi informasi sebagai media pembelajaran dalam berbagai lembaga pendidikan baik itu formal maupun non-formal.

Mata kuliah Psikologi Pendidikan menyadari bahwa perkembangan informasi juga turut mempengaruhi pendidikan di Indonesia, khususnya dalam ruang lingkup daerah Medan. Oleh karena itu, untuk tugas pertama kali ini kami diminta untuk mendiskusikan bagaimana penilaian dan pandangan mahasiswa terhadap penggunaan email dan blog sebagai media pembelajaran ditinjau dari fenomena pendidikan saat ini. 

Menurut penilaian dan pandangan kami, penggunaan blog dan email sudah cukup efektif dan efisien. Selain untuk menghemat kertas (dalam rangka ngejalanin program Go Green nih) dan mengefisiensikan penggunaan biaya dan waktu, udah pada sadar kan kalo kota Medan sekarang mulai macet kayak Jakarta? Nah, metode pembelajaran seperti ini juga memotivasi siswa untuk belajar mandiri, aktif dan kreatif. Mahasiswa dituntut untuk mengetahui materi perkuliahan sebelum masuk kelas tatap muka sehingga mereka memiliki kesiapan untuk menerima materi dengan baik. Dengan penggunaan blog sebagai media pembelajaran, mahasiswa juga dapat mempublikasikan hasil diskusi dan penelitiannya sehingga mereka dapat saling berbagi ilmu dan saling menginspirasi. Jadi, dengan kata lain kita belajar dari kita, untuk kita, dan oleh kita, sedikit menggunakan prinsip demokrasi boleh lah yaa :)

Selain itu, penggunaan internet sebagai media dalam mata kuliah ini juga untuk mengimbangi dunia pendidikan yang menuntut murid-muridnya untuk menggunakan internet dalam proses pembelajaran. Salah satu fenomena pendidikan yang dapat kita jumpai khususnya di daerah Medan adalah penggunaan Wi-Fi dan e-learning untuk membantu siswa mendapatkan serta memahami materi yang diberikan baik sebelum atau setelah kelas tatap muka berlangsung. Hal ini juga sesuai dengan teori dalam psikologi pendidikan, yaitu bahwa seorang guru yang efektif harus mampu mempersiapkan muridnya untuk mencari pekerjaan di masa depan yang akan sangat membutuhkan keahlian teknologi dan keahliah berbasis komputer.

Jadi, menurut kami penguasaan internet itu sangat penting karena apa coba? Ya karena zaman udah maju lah, malu dong dibilang gaptek. Apalagi sama anak SD yang tongkrongannya aja udah ke warnet. Nggak zamannya lagi main gundu, batu, kapur, tali. Kalo mau main ya INTERNET.

sumber:
Santrock, John W.2011.Psikologi Pendidikan.Jakarta:Kencana

Ayo lanjutkan >>

Jumat, 09 Maret 2012

Fenomena Pendidikan: Usia Balita Pendidikan Remaja

Pendidikan merupakan salah satu alat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Mengingat pentingnya pendidikan, maka muncullah psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan adalah salah satu cabang psikologi yang secara khusus membahas mengenai cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. Namun saat ini banyak fenomena yang terjadi di dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Salah satunya adalah seorang balita yang mendapat pendidikan seperti anak remaja. Seiring dengan majunya perkembangan zaman, setiap individu dituntut untuk dapat menyesuaikan diri agar tidak kalah saing dengan individu lain atau terjadi kemunduran generasi. Berbagai cara diupayakan termasuk salah satunya adalah memberikan pendidikan pada usia dini. Di berbagai tempat terutama di kota-kota besar dimana para orang tua sibuk mencari nafkah sehingga tidak selalu dapat mengontrol perkembangan dan pendidikan anak mereka. Akhirnya mereka memasukkan anak-anaknya yang masih berusia dini ke berbagai lembaga pendidikan selain sekolah formal. Seperi halnya seorang anak berusia 3 tahun yang baru saja memasuki sekolah formal, juga menerima berbagai materi tambahan di lembaga pendidikan non-formal. Bahkan anak tersebut sudah memiliki jadwal yang lebih padat dibandingkan seorang mahasiswa yang baru memasuki dunia perkuliahan. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan memberikan pendidikan tambahan kepada anak-anak. Namun, dalam pemberian pendidikan tambahan harus sesuai dengan perkembangan dan kesiapan mental anak. Dalam psikologi perkembangan dikatakan bahwa anak yang belum memasuki usia sekolah masih berpikir secara intuitif artinya mereka masih terbatas pada pandangan pribadi dan belum berpikir secara logis. Selain itu, di usia seperti ini, anak lebih membutuhkan hubungan sosial dengan teman-temannya untuk mengurangi rasa egosentris pada anak. Jika anak usia dini sudah menerima berbagai macam pendidikan tanpa hubungan sosial yang baik, maka ia akan cepat mencapai titik jenuh dalam belajar. Sehingga tidak jarang saat ini ditemukan anak-anak yang pada usia dini memiliki sifat yang sangat rajin namun ketika remaja sangat susah diminta untuk belajar. Lalu apakah anak usia dini tidak boleh diberikan pembelajaran? Tentu saja boleh tetapi harus sesuai dengan berbagai batasan. Proses pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai cara mengajarkan etika berperilaku di masyarakat, mengajarkan hal yang baik dan yang benar dengan memberikan reinforcement atau punishment, dan memeberikan keterampilan baru. Hal ini dilakukan untuk memacu pola berpikir dan kreatifitas anak. Oleh karena itu, pada masa ini pendampingan orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Sumber: King, Laura A.Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif.Jakarta: Salemba Humanika http://www.kaskus.us/showthread.php?t=7585658 http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/01/hakikat-perkembangan-anak-didik/ http://10062rmw.blogspot.com/2011/01/psikologi-pendidikan.html http://massugiyanto.blogspot.com/2011/05/fenomena-pendidikan-di-indonesia.html

Ayo lanjutkan >>

Rabu, 07 Maret 2012

Pertemuan PKB 1

Para ahli psikologi perkembangan memberikan perhatian khusus terhadap 'constansy'. Constansy mengatakan kepribadian anak-anak akan konstan sampai dewasa walaupun berbagai pengaruh dapat memodifikasinya. Misalnya seorang anak yang pada saat kecil adalah anak yang pemalu maka ketika dewasa pun ia akan tetap pemalu.

Tahapan perkembangan:
1. Pranatal (kandungan)
2. Neonatal
3. Infancy / toddler 0-3 tahun
4. Anak-anak awal (masa prasekolah) 3-6 tahun
5. Anak-anak akhir (masa sekolah) 6-11 tahun
6. Remaja (masa pencarian identitas diri) 11-20 tahun
7. Dewasa awal (masa hubungan intim dan pilihan pekerjaan) 20-40 tahun
8. Dewasa madya (masa puncak karir individu dan persiapan pensiun) 40-65 tahun
9. Lanjut usia (kemunduran fisik) >65 tahun

Pembagian usia:
1. Usia kronologis: usia menurut kalender (tanggal lahir individu)
2. Usia mental: usia menurut tes-tes tertentu (seperti, tes IQ)

Pengaruh perkembangan terhadap pembentukan individu:
1. Hal pokok
    a. Herediter (bawaan lahir)
    b. Lingkungan
        pengalaman, pembelajaran, keluarga, masyarakat
    c. Kematangan
        tahapan alami perubahan fisik untuk kesiapan menguasai kemampuan-kemampuan baru
2. Hal lain yang juga mempengaruhi
    a. Dominasi keluarga (keluarga inti/ keluarga besar)
        - jumlah anak: biasanya, semakin sedikit jumlah anak, maka perhatian yang didapatkan oleh anak lebih banyak
        - pekerjaan orang tua: pekerjaan tradisional seperti bertani, lebih mendekatkan orang tua kepada anak dibandingkan dengan pekerjaan kantoran
        - perceraian: perceraian orang tua yang membawa keluarga baru biasanya sulit diterima oleh anak-anak
    b. Status Sosial Ekonomi
        pendapatan akan mempengaruhi asupan gizi, nutrisi, dan pendidikan yang diterima anak dan orang tua serta emosi yang kurang stabil terutama bagi keluarga yang memiliki pendapatan kurang dari kebutuhannya
     c. Ras dan Budaya
         ada beberapa budaya yang membedakan masyarakat menurut jenis kelaminnya seperti patrilinear yang mengutamakan pria dan wanita sehingga mempengaruhi perbedaan individu dan masih banyak budaya lain yang juga mempengaruhi pembentukan individu baik disadari maupun tidak
     d. Konteks sejarah
         waktu lahir anak juga mempengaruhi pembentukan kepribadian seperti seseorang yang lahir pada jaman perang akan memiliki persepsi yang berbeda dengan orang yang lahir pada jaman teknologi informasi

Periode Kritis Vs Sensitif
Periode Kritis: suatu hal harus dipelajari pada masa tertentu karena jika tidak dipelajari dengan waktu yang tepat akan memiliki dampak terhadap perkembangan.
misal: belajar bicara pada umur tertentu
Periode sensitif: tiap individu sangat sensitif terhadap pengalaman sepanjang kehidupan.
misal: belajar bicara dapat dilakukan pada usia berapa pun walaupun sulit

Metode Penelitian
1. Metode kuantitatif
    berdasarkan data yang berupa angka dan dapat dihitung. Pembagian kuantitatif:
    - studi korelasi
      hubungan antar variabel tanpa iv (independent variable) dan dv (dependent variable)
   - studi eksperimen
     pengaruh satu variabel terhadap variabel lain (iv terhadap dv)


sumber: catatan matkul Perkembangan I

Ayo lanjutkan >>

Sabtu, 03 Maret 2012

3.1 first post

Haai semua :)
Ini adalah postingan pertama di blog ini. Biasaa.. postingan yang isinya kata pembuka "hai, hello, selamat datang, enjoy your read, welcome". Kenapa di judul ada embel-embel 3.1...

Soalnya ini postingan pertama di blog ketiga -__-" hehe sebelumnya udah punya blog juga, tapi cuma semangat isi blog awal awal bikin, terus setelah beberapa minggu, untuk bikin satu postingan aj bisa berhari hari bahkan berbulan bulan -.-
Nah sekarang, udah bikin tekad semoga blog ini bisa terawat (iyalah, secara ini buat mata kuliah, niat ga niat pasti terisi..)

Oke selamat membaca para blogers ^.^
*monggo.. kritik saran dan komentarnya kalau ada

Ayo lanjutkan >>