Pendahuluan
Anak Berkebutuhan Khusus yang sering disebut anak ABK adalah anak yang
dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya mengalami kelainan atau
penyimpangan apakah fisik, mental-intelektual, sosial, atau emosionalnya.
Hal ini secara nyata berbeda bila dibandingkan dengan anak lain seusianya
sehingga mereka memerlukan pelayanan khusus. Sebaliknya, anak tanpa
berkebutuhan khusus (ATBK) berkembang secara reguler tanpa perlu pelayanan
khusus seperti ABK.
Perkembangan
tersebut menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar memberikan perhatian kepada
anak ABK dalam mewujudkan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (2) bahwa setiap warga
negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh manfaat maksimal dari
pendidikan. Jadi semua orang berhak sekolah. Keberadaan Sekolah Luar Biasa
(SLB) yang terbatas dalam hal jumlah ketersediaan sekolah kurang bisa
mengakomodir anak berkebutuhan khusus. Selain itu tidak semua ABK mampu
menjangkau akses sekolah tersebut. Hal ini mungkin berbeda dengan kota besar
yang mungkin lebih banyak terdapat sekolah luar biasa, namun terkadang biaya
sekolah yang mahal juga menjadi alasan ABK tidak mampu bersekolah.
Dengan meloihat
situasi dan kondisi seperti ini,kami tertarik untuk mengobservasi mengenai
pendidikan anak berkebutuhan khusus yang saat ini masih kurang mendapat sorotan
publik.
Landasan Teori
Menurut
Frida Mangunsong (2009) guru besar psikologi UI, Anak Berkebutuhan Khusus
adalah anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan
potensi akibat perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Banyak istilah
yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability,
impairment, dan Handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi
masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
1.
Disability
: keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk
menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal,
biasanya digunakan dalam level individu.
2.
Impairment:
kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi
atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
3.
Handicap
: Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability
yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
Jenis-jenis
Anak Berkebutuhan Khusus
Yang
termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak
berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
1.
Kelainan
Mental terdiri dari:
a.
Mental
Tinggi
Sering dikenal dengan anak berbakatintelektual,
di mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rerata normal yang
signifikan juga memiliki kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.
b.
Mental
Rendah
Kemampuan mental rendah atau kapasitas
intelektual (IQ) di bawah rerata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak
lamban belajar (slow learners) yaitu anak yang memilki IQ antara 70 – 90.
Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan
khusus.
c.
Berkesulitan
Belajar Spesifik
Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi
belajar (achivement) yang diperoleh siswa. Anak berkesulitan belajar spesifik
adalah anak yang memiliki kapasitas intelektual normal ke atas tetapi memiliki
prestasi belajar rendah pada bidang akademik tertentu.
2.
Kelainan
Fisik:
Kelainan Pendengaran
(Tunarungu)
individu yang memiliki
hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi
tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
o
Gangguan
pendengaran sangat ringan(27-40dB)
o
Gangguan
pendengaran ringan(41-55dB)
o
Gangguan
pendengaran sedang(56-70dB)
o
Gangguan
pendengaran berat(71-90dB)
o
Gangguan
pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB)
Karena memiliki hambatan
dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga
mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan
bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional
sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini
dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara
berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh.
Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang
abstrak.
Kelainan pendengaran dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of
hearing).
3.
Kelainan
Emosi
Gangguan emosi merupakan
masalah psikologis, dan hanya dapat dilihat dari indikasi perilaku yang tampak
pada individu. Adapun klasifikasi gangguan emosi meliputi:
a.
Gangguan
Perilaku
§ Mengganggu di kelas
§ Tidak sabaran-terlalu cepat
bereaksi
§ Tidak menghargai-menentang
§ Menyalahkan orang lain
§ Kecemasan terhadap prestasi
di sekolah
§ Dependen terhadap orang lain
§ Pemahaman yang lemah
§ Reaksi yang tidak sesuai
§ Melamun, tidak ada perhatian,
dan menarik diri
b.
Gangguan
Konsentrasi (ADD/Attention Deficit Disorder)
Enam atau lebih gejala inattention, berlangsung
paling sedikit 6 bulan, ketidakmampuan untuk beradaptasi, dan tingkat
perkembangannya tidak konsisten. Gejala-gejala inattention tersebut antara
lain:
§ Sering gagal untuk
memperhatikan secara detail, atau sering membuat kesalahan dalam pekerjaan
sekolah atau aktivitas yang lain.
§ Sering kesulitan untuk
memperhatikan tugas-tugas atau aktivitas permainan
§ Sering tidak mendengarkan
ketika orang lain berbicara
§ Sering tidak mengikuti
intruksi untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah
§ Kesulitan untuk mengorganisir
tugas-tugas dan aktivitas-aktivitas
§ Tidak menyukai pekerjaan
rumah dan pekerjaan sekolah
§ Sering tidak membawa
peralatan sekolah seperti pensil, buku, dan sebagainya
§ Sering mudah beralih pada
stimulus luar
§ Mudah melupakan terhadap
aktivitas sehari-hari
c.
Gangguan
Hiperaktive (ADHD/Attention Deficit Hiperactivity Disorder)
§ Perilaku tidak bisa diam
§ Ketidakmampuan untuk memberi perhatian
yang cukup lama
§ Hiperaktivitas
§ Aktivitas motorik yang tinggi
§ Mudah buyarnya perhatian
§ Canggung
§ Infeksibilitas
§ Toleransi yang rendah
terhadap frustasi
§ Berbuat tanpa dipikir
akibatnya.
Tujuan
Pendidikan Khusus
1.
Mengembangkan
kehidupan anaksebagai pribadi
2.
Mengembangkan
kehidupan anak sebagai anggota masyarakat
3.
Mempersiapkan
untuk memiliki keterampilan sebagai bekal memasuki dunia kerja
4.
Mmpersiapkan
anak untuk mengikuti pendidikan lanjutan
Anggota-Anggota
Tim Terkait Dalam Layanan Pendidikan Khusus
Karena
karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan
pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Dalam hal layanan pendidikan khusus tidak
hanya faktor kebijakan saja yang menentukan tetapi juga tim work yang
mendukung, berikut ini adalah komponen tim work :
·
Guru
pendidikan khusus adalah mereka yang memberikan pembelajaran sehari-hari dan
dukungan lain bagi siswa berkebutuhan khusus.
·
Billingual
special educator adalah guru yang memiliki pengetahuan baik di bidang dwi
bahasa maupun pendidikan khusus.
·
Early
childhood special educator adaah mereka yang memberikan pelayanan pada balita,
mereka dapat melakukan berkerja sama dengan guru-guru pre sekolah dalam hal
pendidikan umum.
·
speech/
language pathologist adalah mereka yang mendiagnosis anak-anak berkebutuhan,
mendesain tindakan dan layanan yang tepat serta memonitor kemajuannya.
·
School
psychologist adalah mereka yang memiliki kompetensi untuk menentukan kebutuhan
anak-anak berkebutuhan khusus.
·
School
counselor adalah mereka yang menangani bukan saja siswa biasa tetapi juga siswa
dengan kebutuhan khusus, pada sekolah regular.
·
school
social worker adalah mereka yang meng koordinasika usaha-usaha pendidik,
keluarga dan orang-orag lembaga terkait untuk memastikan bahwa siswa dapat
menerima semua pelayanan yang mereka
butuhkan.
·
School Nurse adalah mereka yang bertanggung jawab
dalam memeriksa dan menjaga kesehatan siswa, serta mengatur distribusi
obat-obatan yang dibutuhkan siswa.
·
Educational
interpreter adalah mereka yang membantu siswa yang mengalami kesulitan
mendengar dengan menggunakan bahasa isyarat.
·
General
educational teacher adalah guru pada kelas regular yang memiliki kemampuan
untuk untuk memeberikan pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus.
·
Pareducator
adalah para profesinal yang bekerja di bawah arahan guru atau professional dalam memberikan pelayanan
bagi siswa berkebutuhan khusus.
·
Parents
Orang tua siswa yang memberikan kontribusi terhadap sekolah mengenai
perkembangan serta kehidupn anaknya di luar sekolah.
·
Additional
High Specialized Service Provider adalah mereka yang memiliki keahlian spesifik
di bidang tertentu guna menangani siswa yang membutuhkan pelayanan khusus
secara unik.
Model Penyelenggaraan Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus
1.
Segregasi
Anak berkebutuhan khusus
belajar di dalam lingkungan yang juga terdiri dari anak-anak berkebutuhan
khusus.
a.
TKLB
b.
SDLB
c.
SMPLB
d.
SMLB
Kelemahannya, pendidikan
berfokus pada apa yang tidak dapat dilakukan anak sehingga dapat menimbulkan
masalah konsep diri dan anak cenderung terisolasi. Kelebihannya, anak lebih
mudah bersosialisasi dengan sesamanya tanpa menimbulkan rasa rendah diri.
2.
Integrasi
Anak berkebutuhan khusus
berada dalam lingkungan anak normal pada saat-saat tertentu.
·
Pada
suatu event sekolah tertentu misalnya acara dies natalis sekolah
·
Berada
dalam sekolah tetapi berbeda kelas
·
Mempunyai
jadwal istirahat yang sama antara ABK dengan anak normal
·
Awalnya
ditempatkan di kelas khusus, setelah dinilai bahwa anak sudah siap, dapat
dipindahkan ke kelas regular
·
ABK
berada di kelas regular tetapi pada saat pelajaran tertentu pindah ke kelas
khusus
·
ABK
berada di kelas khusus tetapi pada saat tertentu pindah ke kelas regular
·
ABK di
kelas regular tanpa ada perlakuan khusus
3.
Inklusi
Anak berkebutuhan khusus
sepenuhnya berada di kelas regular
Jenis
SLB
Ada 6
jenis SLB yaitu:
1.
SLB A
Sekolah luar biasa yang
menangani anak-anak tuna netra atau memiliki keterbatasan pada indra
penglihatan.
2.
SLB B
Sekolah luar biasa yang
menangani anak-anak tuna rungu atau memiliki keterbatasan pada indra
pendengaran.
3.
SLB C
Sekolah luar biasa bagi
penderita tuna grahita atau keterbelakangan mental. SLB C dibagi menjadi 2
yaitu SLB C yang menangani anak penderita tuna grahita dengan IQ 50 – 75 dan
mampu didik. Kedua adalah SLB C1 yang menangani anak penderita tuna grahita
dengan IQ 25 – 50 dan mampu latih.
4.
SLB D
Sekolah luar biasa bagi
penderita tuna daksa atau memiliki cacat fisik. SLB D juga dibagi menjadi 2
yaitu SLB D yang menangani anak penderita tuna daksa dengan IQ normal. Kedua
adalah SLB D1 yang menangani anak penderita tuna daksa dengan IQ dibawah
normal.
5.
SLB E
Sekolah luar biasa yang
menangani anak-anak tuna laras yaitu anak yang kesulitan menyesuaikan diri
dengan lingkungan social atau pernah melakukan tindak kejahatan.
6.
SLB G
Sekolah luar biasa yang
menangani anak-anak tuna ganda atau memiliki keterbatasan lebih dari satu
jenis.
Tujuan
Penelitian
Tujuan umum
1. Menjelaskan definisi dari anak berkebutuhan khusus.
2. Mengidentifikasi jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus.
3. Menjelaskan strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus.
Tujuan
khusus
Pemenuhan
tugas Mini Proyek Psikologi Pendidikan
Alat dan Bahan
1. Camera digital
2. Alat tulis
3. Handphone
4. Reward
Subjek Observasi
Anak autis, anak tuna rungu kelas 3 SD, dan anak tuna
grahita SLB Pembina Medan
Analisis
Data
Metode yang kami gunakan dalam
menyelesaikan proyek pendidikan terhadap anak pra sekolah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Metode
observasi
Kami mengobservasi anak SLB tuna
rungu, autis, dan tuna grahita didalam kelasnya secara langsung. Kami melihat bagaimana
keaktifan, respon dan interaksi anak-anak tersebut dalam kelas. Observasi kami
lakukan dengan merekam, mengambil gambar, serta mencatat pengamatan kami secara
tertulis.
2.
Metode
wawancara
Metode wawancara kami lakukan dengan
mengajukan pertanyaan singkat kepada
guru guru yang bersangkutan secara langsung. Berikut beberapa pertanyaan yang
kami ajukan:
Kalkulasi Biaya
Reward:
Gantungan kunci : Rp 54.000,-
Gelang tali : Rp 21.000,-
Buku psikologi : Rp 50.000,-
Transportasi:
Ke SLB 6000 x 3 x 5 : Rp 90.000,-
Beli reward : Rp 24.000,- +
TOTAL Rp239.000,-
Jadwal Perencanaan
Kegiatan
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
I
|
II
|
III
|
Pemilihan Tema
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penentuan Judul
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Diskusi Metode dan Pelaksanaan
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pembuatan Pendahuluan dan Landasan
Teori
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pembelian Reward
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
Permohonan surat izin dari fakultas
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
|
|
Konfirmasi surat izin kepada kepala
sekolah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
|
|
|
Pelaksanaan Observasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
V
|
V
|
|
|
|
Diskusi Untuk membuat Kesimpulan akhir
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
Pembuatan Poster
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
|
Evaluasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
Posting Blog
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
|
Melaporkan hasil akhir ke Pihak SLB
Pembina
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
V
|
Jadwal Pelaksanaan
No
|
Kegiatan
|
Tanggal Rencana Awal
|
Tanggal Pelaksanaan
|
Tempat
|
1
|
Diskusi pemilihan topik dan penentuan
Judul
|
16 April 2012
|
19 April 2012
|
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
|
2
|
Diskusi perencanaan kegiatan dan
penentuan metode yang digunakan
|
29 April 2012
|
26 April 2012
|
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
|
3
|
Diskusi pembuatan pendahuluan dan
landasan teori
|
29 April 2012
|
3 Mei 2012
|
Ruang 3A
Fak Psikologi USU
|
4
|
Permohonan surat izin dari fakultas
|
6 Mei 2012
|
6 Mei 2012
|
Fakultas Psikologi USU
|
5
|
Survei lokasi dan pengajuan surat
permohonan ke SLB Pembina
|
14 Mei 2012
|
14 Mei 2012
|
SLB E Pembinaan Medan
|
6
|
Pembelian reward
|
26 Mei 2012
|
26 Mei 2012
|
Pasar Palangkaraya
|
7
|
Pelaksanan
observasi
|
Hari I
|
19 Mei 2012
|
19 Mei 2012
|
SLB
E Pembinaan Medan
|
Hari II
|
21 Mei 2012
|
21 Mei 2012
|
Hari III
|
24 Mei 2012
|
24 Mei 2012
|
Hari IV
|
25 Mei 2012
|
25 Mei 2012
|
Hari V
|
1 Juni 2012
|
1 Juni 2012
|
8
|
Pemeberian Reward
|
4 Juni 2012
|
4 Juni 2012
|
SLB E Pembinaan Medan
|
9
|
Menyusun hasil observasi
|
7 Juni 2012
|
7 Juni 2012
|
Kantin
Fak Psikologi USU
|
10
|
Pembuatan Poster
|
9 Juni 2012
|
9 Juni 2012
|
Rumah
|
11
|
Evaluasi
|
9 Juni 2012
|
9 Juni 2012
|
Fak Psikologi USU
|
12
|
Posting blog
|
9 Juni 2012
|
9 Juni 2012
|
Rumah
|
Hasil Observasi
Hari 1
Pada
kunjungan pertama kami hanya berkesempatan mengobservasi kegiatan belajar
mengajar anak Tuna Rungu kelas 1 SD dan kelas ekstrakurikuler musik yang
diikuti oleh 3 siswa tuna grahita IQ low, serta kelas ketrampilan menjahit yang
diikuti anak tuna rungu. Berikut informasi yang kami dapatkan.
·
Guru
menggunakan laptop pribadi sebagai fasilitas
·
Software/aplikasi
yang digunakan adalah I-CHAT (I can hear and talk) yang merupakan software
khusus bagi anakl tuna rungu
·
Software
I-CHAT juga menyediakan layanan video bahasa isyarat dan susunan susunan kata
yang dipelajari di kelas.
·
Anak
anak di kelas sudah dapat mengenal huruf, membaca dan menulis
·
Tulisan
yang diterapkan harus tulisan bersambung, karena berhubungan dengan nafas,
jeda, dan pelafalan kata demi kata.
·
Komunikasi
guru ke murid menggunakan bahasa isyarat ekspresi dan gerak bibir.
·
Upaya
penyampaian informasi harus perlahan, agar dapat dimengerti oleh siswa.
·
Terkadang
murid sulit menangkap arti/makna yang disampaikan oleh guru, menyebabkan murid
terlihat minder.
·
Proses
belajar menggunakan buku pelajaran umum.
·
Dikelas
yang saya masuki, murid kelas satu SD masih ada yang berumur 14 tahun, dan
beberapa anak lainnya yang umurnya tidak sesuai dangan umur anak kelas satu SD
rata rata, dikarenakan beberapa anak sudah berhenti sekolah lalu mengulang
lagi, dan beberapa ada anak yang sudah disekolahkan di sekolah umum, lalu
mengulang lagi di SLB dari awal.
Ekstrakurikuler
Musik
o
Fasilitas
musik cukup lengkap (gitar, drum, keyboard, organ dan soundsistem)
o
Guru
mengeja dengan lambat apa yang akan ditulis siswa
o
Guru
membantu siswa menggambarkan lambang lambang musik.
o
Walaupun
beberapa anak sudah bisa memainkan alat musik.
o
Murid
bersikap bebas dan santai, tetapi masih dikontrol guru.
o
Guru
bersikap ramah dan fleksibel
o
Murid
tidak diporsir untuk bisa menguasai alat musik, harus balance dengan bermain.
Ekstrakurikuler Tata Busana
o Fasilitas yang disediakan dalam kelas tata busana sudah
sangat memadai seperti mesin jahit, mesin obras, peralatan menjahit, meja,
boneka manekin, dan lain-lain
o Guru memberikan tugas membuat pola kepada anak tuna rungu
dan tugas menjahit kepada anak tuna grahita
o Guru memberikan pengarahan secara terperinci kepada siswa
o Guru memuji hasil karya siswa dan memajangnya di kelas
o Murid memilih kelas keterampilan tata busana sesuai
dengan pilihan mereka masing-masing atau bagi anak tuna grahita diarahkan
sesuai dengan potensinya
o Guru dengan sabar mendampingi siswa selama mengerjakan
tugas terutama anak grahita yang selalu menuntut gurunya untuk berada di
sampingnya
o Hasil karya anak-anak sering ikut pameran negara
o Guru membantu merapikan hasil karya siswa yang terlihat
berantakan
o Siswa tuna grahita hanya menjahit pola yang ada tetapi
tidak menggunting karena siswa tuna grahita belum memiliki kontrol penuh atas
anggota tubuhnya
Hari ke 2
Dihari
ke 2 kami berkesempatan mengobservasi kelas autis, tuna grahita dan tuna rungu.
Kami yang terdiri dari 3 orang secara secara personal mengobservasi ketiga
kelas tersebut. Berikut informasi yang kami dapat.
Kelas Tuna Rungu
·
Guru
mengikuti cara berbahasa mereka
·
Suasana
tanya jawab cukup aktif tetapi kurang kondusif
·
Ada
murid yang sangat aktif dan ada yang tidak aktif sama sekali.
·
Guru
terlihat kesulitan membuat murid mengerti satu per satu.
·
Guru
memberikan beberapa kata kerja dan murid menuliskan kata benda yang
mengikutinya. Dan guru mempraktekkan kata kerja yang diberikan. Contohnya: guru
mempratekkan kata ‘bayar’, dan murid menuliskan kata benda seperti bayar bakso,
bayar permen, dsb.
·
Guru
cukup tegas dalam mendidik siswa.
·
Murid
dengan umur yang lebih tua tidak menjamin kognisi si anak juga meningkat, di
kelas 3 SD yang saya masuki terdapat rentang usia 7-15 tahun.
·
Guru
lebih dominan melatih vokalisasi dari pada bahasa isyarat tuna rungu.
·
Suasana
kelas seperti berlomba cepat tepat.
·
Murid
terlihat sudah terbiasa bersabar jika guru tidak mengerti apa yang mereka
maksud.
Kelas Tuna
Grahita
·
Guru dengan sabar
mengatur murid-murid untuk mengikuti pelajaran
·
Suasana kelas
kurang teratur karena murid-murid mudah bosan sehingga mereka sering melakukan
kegiatan yang berbeda-beda di kelas
·
Guru terlihat
kesulitan mengatur murid satu per satu
·
Murid-murid
terlihat sulit mengikuti pelajaran terutama pada pelajaran matematika sehingga
guru harus mendampingi murid satu per satu bahkan orang tua juga ikut masuk ke
dalam kelas mendampingi anaknya belajar
·
Guru bisa menjadi
sangat tegas kepada murid yang bandel dan sulit diatur
·
Guru tidak memaksa
anak duduk diam mengerjakan latihan ketika anak merasa bosan
·
Kelonggaran seperti
istirahat atau pulang terlebih dahulu juga diberikan agar anak tidak jenuh
belajar dan datang ke sekolah
·
Interaksi antara
murid terlihat sangat baik, secara sekilas mereka terlihat seperti anak normal
lainnya. Hanya saja ketika sudah memasuki jam pelajaran, saya baru menyadari
bahwa mereka memang anak yang berbeda
·
Pada awalnya,
muris-murid terlihat menjaga imagenya ketika saya baru datang, setelah beberapa
saat mereka mulai kembali lagi berperilaku seperti biasa
·
Ketika murid-murid
saling bertengkar, mereka akan cepat melupakan masalahnya
Hari ke 3
Di
hari ke-3 kami mewawancarai guru guru pada setiap kelas yang kami observasi.
Berikut data yang kami peroleh.
Kelas Tuna Rungu
Guru
yang saya wawancarai sudah hampir satu tahun mengajar di kelas tuna rungu, yang
sebelumnya mengajar di kelas autis. Dan yang membuat beliau memilih untuk
menjadi pengajar ABK adalah minat dalam dirinya yang memang mengemban
pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus di jogjakarta sebagai disiplin ilmu.
Dan kendala yang dihadapi secara umum adalah, bagaimana membuat anak
mengerti satu persatu informasi yang
diberikan. Metode yang digunakan dalam mengajar ABK adalah Komtal yaitu
komunikasi total baik secara lisan dan gerak tubuh serta gambar. Dan software
yang ada sekarang (I-CHAT) sudah cukup efektif dalam proses belajar mengajar
Agar
dapat mandiri, perlu kerjasama dengan orang tua, supaya tidak hanya di sekolah
tetapi di rumah juga kemandiriannya dilatih. Menurut beliau pada kenyataannya
orang tua masih kurang tanggap terkhusus ketika mengetahui anak mereka adalah
anak berkebutuhahn khusus, sehingga menyebabkan anak mulai mengemban pendidikan
tidaj pada usia normal.
Menurut
beliau semua anak berkebutuhan khusus itu unik dan cara mengetahui potensi yang
dimiliki anak berkebutuhan khusus adalah dengan membiarkannya melakukan apa
yang mereka suka, membekali mereka dengan pelajaran SBK, ketrampilan musik dan
sebagainya, dan di SLB pembina, anak anak SMA sudah mengetahui minat mereka
masing masing. IQ anak tuna rungu berbeda beda sehingga diharapkan mereka
nantinya setelah tamat sekolah bekerja sesuai minat masing masing dan tidak
selalu bergantung pada orang lain. Dan bagi orang orang yang ada di sekitar
anak berkebutuhan khusus, seharusnya menerima keberadaan mereka, sebab manusia
di dunia ini semua unik dan tidak ada yang sempurna secara utuh.
Kami
juga sempat mendapat informasi mengenai kondisi
dan latarbelakang masing masing anak, yang menurut beliau mempengaruhi
performa mereka dikelas.
·
Muhaimin,
15 tahun
Tinggal
bersama saudara laki-lakinya yang sedang berkuliah di salah satu perguruan
tinggi swasta di medan. Dia selama 6 tahun mengikuti pendidikan di sekolah
normal secara tidak formal, dia tidak bisa mengikuti UN karena tidak terdaftar
di sekolah itu. Sesekali muhaimin mengikuti pelombaan seperti lomba model, dia
orang yang aktif di berbagai bidang dan percaya diri.
·
Riski,
13 tahun
Ibu
dan ayah bercerai dan diasuh oleh ibunya. Di kelas riski cenderung malas dan
kurang fokus dalam belajar, tetapi sangat ekspresif ketik bercerita dengan
teman temannya.
·
Salsa
Berasal
dari keluarga yang biasa biasa saja, dan selama 2 tahun terakir tidak begitu
diperhitungkan dalam kelas. Tetapi semester ini dia semakin pintar dan semakin
aktif di kelas
·
Iqbal
Salah
satu murid yang paling pintar di kelas.
·
Fariz
Ibu
seorang tukang cuci dan salah satu murid terpintar juga di kelas. Memiliki
tingkat ketulian yang berbeda antara telinga kiri dan kanan.
·
Aldi
Paling
antusias dalam belajar. Kendala sakit sakitan sering menghambat dalam belajar,
kemampuan ekonomi yang rendah dan tanggungan yang tinggi menjadi penghambat
juga dalam kelancaran proses belajar mengajar.
Dan beberapa
informasi lain yang kami dapat saat wawancara
·
Di
SLB Pembina ini semua anak diantar dan dijemput sekolah (belum dibiarkan pulang
dan pergi sendiri)
·
SIBI
(Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) adalah nama kamus bahasa isyarat yang secara
standar dirembukkan oleh para ahli.
·
Bisindo
(Bahasa Isyarat Indonesia), adalah bahasa isyarat yang dipakai di Indonesia,
tetapi tidak formal digunakan.
·
Semakin
tidak dilatih vokalisasi, pita suara anak tuna rungu akan semakin kaku sampai
tidak bisa mengeluarkan suara lagi.
Kelas Tuna Grahita
Guru yang saya wawancarai bernama Ibu Novi. Beliau adalah
guru bidang studi pengganti selama kami melakukan observasi karena guru
sebelumnya berhalangan hadir tetapi sebelumnya, ia berada di kelas keterampilan
terapan hantaran. Alasan ia memilih anak berkebutuhan khusus adalah untuk
menambah ilmu pengetahuan terutama dalam hal keterampilan karena mengajar anak ABK
membutuhkan keterampilan dan kretivitas yang tinggi agar anak tetap mau
belajar. Selain itu, beliau memilih mengajar Anak tuna grahita karena rasa
ingin tahu mengenai anak berkebutuhan khusus karena ABK jarang mendapat sorotan
di masyarakat luas dan dapat melatih kesabaran. Dalam mengajar anak grahita,
Ibu Novi juga mengalami beberapa tantangan seperti menahan emosi ketika
menghadapi anak yang sangat susah diatur, mencoba berbagai kreativitas dan
permainan baru ketika anak mulai merasa jenuh untuk belajar, dan memerlukan
tenaga ekstra dalam menghadapi anak-anak. Selain memiliki tantangan, bagi
beliau mengajar anak ABK cukup menarik karena ia dapat mengerti mengenai
berbagai sifat-sifat yang tidak ia temui di masyarakat luas, ia juga senang
ketika berhasil menangani anak-anak tuna grahita.
Dalam mengajar anak tuna grahita, Ibu Novi tidak memiliki
metode khusus hanya saya ia selalu mencari ide-ide baru seperti belajar di
taman agar anak tidak merasa bosan. Menurut beliau, seorang anak tuna grahita
terutama yang masih anak-anak, belum dapat mandiri sehingga masih harus selalu
mendapat bimbingan orang tua dan guru.
Bagi beliau, anak grahita sama seperti anak lainnya.
Mereka juga memiliki kesempatan untuk menjadi seperti anak normal lainnya.. Bagi
orang tua yang baru mengetahui bahwa anaknya berkebutuhan khusus, dapat segera
dibawa ke sekolah luar biasa agar tidak terlambat mendapat penanganan secara
khusus dan dapat berinteraksi dengan sesamanya tanpa ada rasa perbedaan. Ia
juga mengatakan bahwa orang tua sangat berperan penting dalam pendidikan anak
berkebutuhan khusus.
Kelas
Autis
Pak Sigit (
narasumber ) sebagai pengajar di SLBE Pembinaan, seorang bapak yang telah
mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar selama 2 periode dari tahun 1999
sampai 2012 yang khusus menangani anak yang mengalami autisme. Sebagaimana yang
kita ketahui autisme adalah
gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah
timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun.
Penyebab autisme
adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa
sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar
secara efektif. Mengajar anak autis bukanlah hal yang mudah tetapi hal itu
tidak menyurutkan niat Pak Sigit untuk tetap berkecimpung di dunia autis,
motivasinya adalah karena rasa cintanya yang besar terhadap anak-anak dan
menganggap pekerjaannya ini sebagai sebuah tantangan. Tapi tetap saja ada
kendala-kendala dan hambatan yang harus dihadapi, seperti perilaku anak yang
berbeda, dalam hal komunikasi (Perkembangan
bahasa lambat atau sama sekali tidak ada; Anak tampak seperti tuli, sulit bicara, atau pernah bicara,
tetapi kemudian sirna; Kadang
kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya; Mengoceh tanpa arti berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dapat
dimengerti oleh orang lain; Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi; Senang meniru atau membeo
(echolalia); Sebagian dari anak autis tidak bicara (non verbal) atau sedikit
berbicara sampai usia dewasa.; Senang
menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan.), dalam hal interaksi sosial (Anak autis
lebih senang menyendiri; Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari
untuk bertatapan; Tidak tertarik untuk bermain bersama teman; Bila diajak bermain, ia tidak mau
dan menjauh.), dalam hal sensoris (Sangat
sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk; Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga; Senang
mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda; Tidak sensitif terhadap rasa
sakit atau rasa takut.), dalam hal pola
bermain (Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya; Tidak suka
bermain dengan anak sebayanya; Tidak kreatif dan tidak imajinatif.), dalam hal
gangguan emosi (Sering
marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan;
Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau dipenuhi
keinginannya; Kadang-kandang suka menyerang dan merusak; Kadang-kadang anak
autis berperilaku menyakiti dirinya sendiri; Tidak mempunyai empati dan tidak
mengerti perasaan orang lain.)
Hambatan-hambatan di atas tidak semuanya ada pada anak
autis. Hambatan dapat beraneka ragam sehingga hambatan yang dimiliki seorang
anak autis belum tentu sama dengan anak autis lainnya. Itulah yang menyebabkan
tidak ada anak autis yang benar-benar sama dalam semua tingkah lakunya. Tapi dalam hal penanganan anak autis tidak bisa jika hanya
mengandalkan guru atau terapis saja. Orang tua juga memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan karena
orang tua merupakan orang yang paling dapat mengerti dan dimengerti anak
penyandang autisme. Untuk itu orang tua tetap dituntut untuk berbuat sesuatu
yang bermanfaat bagi kesembuhan anaknya. Dalam persoalan ini orang tua dituntut mengerti hal – hal
seputar autisme dan mampu mengorganisir kegiatan pemberian makanan untuk anak
autisme. Para ahli tidak akan dapat bekerja tanpa peran serta orang tua yang
paling memahami dan berada paling dekat serta hidup bersama anak penyandang
autisme. Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat kita terapkan pada anak
autis, diantaranya :
1.
Discrete Tial Training (DTT) :
Training ini didasarkan pada Teori Lovaas yang mempergunakan pembelajaran
perilaku. Dalam pembelajarannya digunakan stimulus respon atau yang dikenal
dengan orperand conditioning. Dalam prakteknya guru memberikan stimulus pada
anak agar anak memberi respon. Apabila perilaku anak itu baik, guru memberikan
reinforcement (penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk dihilangkan
melalui time out/ hukuman/kata “tidak”
2. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Programfor Preschoolers
and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan DTT) tetapi anak langsung
berada dalam lingkungan sosial (dengan teman-teman). Anak auitistik belajar
berperilaku melalui pengamatan perilaku orang lain.
3. Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi
interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan kondisi
penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak dari
segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.
4. TEACCH
(Treatment and Education for Autistic Childrent and Related Communication
Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan
memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak.
Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi,
kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun orangtua.
Sampai saat ini tidak ada terapi khusus yang
efektif untuk menyembuhkan anak autis. Tetapi, dengan memahami karakteristik
dan menggali potensi yang dimiliki, kesulitan anak autis bisa dikurangi dan
potensinya bisa dikembangkan agar mereka dapat hidup lebih mandiri. Salah satu
cara yang dapat kita gunakan untuk menemukan bakat pada anak autis adalah
dengan menggunakan fasilitas finger print.
Kesan dan
Pesan untuk orang-orang yang berada di sekitar ABK:
Kesan
Saya sungguh
senang dapat mengajar dan membina anak-anak ini.
Pesan
Perlakukanlah
anak ABK seperti anda memperlakukan anak-anak normal lainnya.
Harapan
kepada Pemerintah
Agar
pemerintah lebih tanggap dalam memberikan fasilitas dan bantuan yang dapat
menyokong anak ABK.
Hari ke-4
Di kunjungan
yang ke empat ini, bertepatan dengan porseni SLB tingkat provinsi, yang
kebetulan SLB pembina yang menjadi tuan rumah diselenggarakannya porseni kali
ini. Kami sangat terkesan akan bakat bakat yang dimiliki setiap anak yang
berpartisipasi dalam kegiatan ini. Hampir tidak terlihat sama sekali bahwa
mereka adalah anak berkebutuhan khusus. Ada beberapa mata lomba yang
diperlombakan, lompat jauh, lempar takraw, badminton, melukis, pantomim, vokal
solo, tata rias dan desain grafis. Berikut dokumentasi yang kami dapat saat
porseni.
Hari ke-5
Kunjungan bebas
Kesimpulan
Setelah kami melakukan observasi
langsung ke SLB E Pembinaan, kami mendapat kesimpulan bahwa anak berkebutuhan
khusus harus mendapat perhatian yang lebih untuk membantu mereka berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya dan bimbingan dari orang-orang yang berada di
lingkungan sekitarnya agar mereka memiliki bekal bagi masa depannya sehingga
tidak secara terus menerus tergantung pada orang lain.
Jika anak berkebutuhan khusus
mendapat bimbingan dan pelatihan yang maksimal maka kemampuan mereka akan
berkembang secara optimal bahkan dapat membuat kagum orang-orang normal yang
berada di sekitarnya.
Testimoni
Simson Pasaribu
Pengerjaan mini proyek ini sangat
berkesan bagi saya. Saya baru kali ini mengunjungi sekolah anak berkebutuhan
khusus dan begitu memasuki sekolah ini, saya merasakan suatu atmosfer yang
berbeda yang sulit saya jelaskan. Berinteraksi dengan mereka sangat berkesan.
Meskipun sulit membiasakan diri dengan cara berkomunikasi mereka, tetapi mereka
begitu terbuka dan terlihat senang akan kedatangan kami. Terkhusus di siswa
siswa di kelas tuna rungu, belajar bahasa isyarat adalah hal yang baru
sekaligus hal yang sangat membuat saya tertarik di bidang ini. Awalnya saya
merasa pengerjaan mini proyek ini tugas yang sulit, tetapi topik yang kami
angkat cukup menantang dan saya sangat menikmatinya. Selain ilmu yang berkenaan
dengan psikologi pendidikan, saya juga mendapat nilai nilai kehidupan. Ini
benar benar pengalaman berharga bagi saya. Terima kasih kepada ibu dosen
pengampu mata kuliah psikologi pendidikan dan teman teman yang mensupport dan
membantu kami dalam menyelesaikan tugas mini proyek ini.
Clara Clearesta
Menurut saya, tugas mini proyek ini sangat baik karena kami diminta untuk
survey langsung ke lapangan di semester awal. Dengan melakukan survey ke
lapangan, kami mendapat pengetahuan baru dan tidak terpaku sepenuhnya kepada
teori yang kami dapatkan. Selama observasi ke SLB E pembinaan Medan, kami
mendapat pengalaman dan pengetahuan baru mengenai anak berkebutuhan khusus.
Pengalaman observasi kali ini sangat berkesan terutama ketika bertemu dengan
siswa- siswi SLB yang sangat antusias dan menyenangkan. Mereka sangat percaya
diri dan tidak merasa minder dengan kekurangan mereka. Di sekolah ini saya juga
menemukan bahwa setiap orang yang memiliki kekurangan juga memiliki kelebihan
yang luar biasa seperti anak-anak di SLB ini. Saya juga ingin mengucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing yang memberikan kesempatan untuk melakukan
tugas observasi lapangan dan kepada semua teman-teman mahasiswa serta senior
yang telah membantu dalam kelancaran tugas ini.
Cynthia Halim
Awalnya saya takut tidak bisa berinteraksi dengan mereka tapi hari demi
hari yang saya jalani membuat saya untuk mengetahui dan mengenal mereka lebih
dalam. Awalnya saya juga mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan mereka
tetapi guru pembimbing di SLB E pembinaan banyak mengajarkan kepada saya cara
berinteraksi dengan mereka. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah psikologi pendidikan karena telah memberikan tugas yang
sangat baik kepada saya untuk dapat langsung terjun ke lapangan mempraktekkan
ilmu yang kami dapat khususnya mengenai pendidikan anak berkebutuhan khusus.